pagi kini sehitam hati yang sedang suram
menaburkan setitik kesedihan dalam kelam
memberikan nestapa dalam ingatan
bagai masa lalu yang menyayat kalbu
tak mampu meredam batin yang risau
gelas pecah tumpah air seribu harapan
harapan palsu dalam janji yang terinjak-injak
tag sanggup menelan ludah dalam mulut yang telah membuat janji
menepis dusta membelah raga
pagi ku kini bagai Himalaya yang tertutup kabut
kelam suram penuh tangis
♥ Bahasa dan Sastra Indonesia adalah hidupku || Hidupku adalah pilihanku || Jangan menyerah atas impianmu, impian memberimu tujuan hidup. Ingatlah, sukses bukan kunci kebahagiaan, kebahagiaanlah kunci sukses || Politik dan Entertain adalah hidupku, yang harus kuakhiri dengan manis || Oleh karena itu, aku di sini akan memulai untuk bercerita ♥
Rabu, 28 November 2012
Selasa, 23 Oktober 2012
Pagi...
Menanti apa yang selalu dinanti...
Menunggu apa yang selalu ditunggu...
Entah kapan semua akan berakhir...
Entah kapan semua akan usai...
Walau raga ini sudah terbangun...
Walau jiwa ini sudah terbangun...
Tapi pagi ini belum beranjak...
Tapi mentari kini belum bersinar...
Dalam bayang ilusi aku bertanya...
Dalam sunyi sepi aku berteman...
Akankah tiba masa itu...
Akankah tiba pagi yang tersenyum menyambutku...
Semua tinggal menunggu jawaban pasti dalam setiap doa yang ku panjatkan tiap mentari akan bangkit dan mengintip malu kearah ku di balik awan gelap...
Rizal Ariffin.
Rabu, 23 Mei 2012
Kebudayaan Madiun
Sastra dalam Budaya yang Bertopeng
Oleh: Rizal Ariffin
Hidup tanpa cinta,
bagaikan taman tidak berbunga dan hidup tanpa ekspresi rasanya hidup ini kurang
berwarna. Ekspresi adalah suatu ungkapan atau menyatakan
maksud, gagasan, perasaan, dan sebagainya. Setiap manusia pasti dan tidak dapat dipungkiri lagi memiliki
sebuah ekspresi yang antarindividu berbeda. Ekspresi dapat dikatakan sesuatu
yang abstrak dan dimiliki oleh setiap manusia yang menjadikannya berbeda satu
sama lain. Inilah yang menjadikan manusia memiliki sifat dan karakter yang
berbeda. Salah apabila seseorang menyalahkan orang lain karena orang lain mempunyai
style sendiri dan diri sendiri mempunyai
style sendiri tidak dapat disamakan
dan dibandingkan.
Begitu
juga dengan yang namanya “Sastra”. Bagi saya sastra itu luas, tidak bisa
dijabarkan dengan kata-kata, dan abstrak. Sastra adalah ekspresi, keinginan
untuk bertindak, dan menghargai
perbedaan. Sastra adalah ekspresi jiwa seseorang yang sedang ingin mencurahkan,
mengungkapkan, mengeluarkan, dan menyelesaikan semua masalah yang dihadapi.
Sastra adalah teman dan sahabat yang baik. Di mana seseorang membutuhkan,
sastra akan selalu ada karena sastra bersifat abstrak. Sastra tidak bisa untuk
disalahkan dan dihakimi, karena ekspresi adalah imajinasi dan ungkapan hati
seseorang, dan sudah dikatakan setiap orang memiliki ciri khasnya masing-masing
yang bertindak sebagai pembeda antara satu dengan yang lainnya. Itulah
menariknya sastra di mata saya, ia mampu berada di mana saja, pada suasana apa
saja, dan pada siapa saja tanpa ada yang menyalahkan dan mendoktrin satu sama
lain. Sastra juga sebuah keinginan untuk bertindak, mengapa demikian? Karena
sastra adalah suatu aksi, tindakan, dan perbuatan. Tidak semua tindakan bisa
dikatakan sebagai sastra. Tindakan yang bisa dikatakan sastra adalah, tindakan oleh
manusia yang memiliki akal untuk berpikir melakukan pekerjaan yang menghasilkan
sebuah karya dan seni serta memiliki unsur keindahan dan kejujuran. Sastra
adalah alat untuk menghargai sebuah perbedaan. Mengapa demikian? Pertanyaan
yang sebenarnya mudah untuk dijawab, tetapi sulit diutarakan. Sastra yang
merupakan suatu ciri khas dari seseorang yang memiliki jiwa seni atau curahan
hati ini adalah salah satu bentuk atau apresiasi sastra untuk mempersatukan
perbedaan dan mengajari semua orang akan pentingnya saling mengerti dan
memahami satu sama lain. Bagi sebagian orang memang hal ini sulit dipahami, tetapi
inilah sastra menurut saya yang abstrak dan tidak dapat disalahkan. Setiap
suku, masyarakat, komunitas, kelompok, dan individu yang berbeda memiliki arti
dan karya dalam sastra sendiri, tetapi mereka semua satu dalam sastra yang kaya
akan syarat makna dan estetika.
Sastra
tersebut banyak sekali dan sangat mudah dijumpai karena keberadaannya membuat
hati tenang dan damai. Sastra itu sendiri sebenarnya dalam dunia pendidikan dibagi menjadi dua antara lain: prosa dan puisi. Prosa adalah karya sastra yang tidak terikat sedangkan puisi adalah karya sastra yang
terikat dengan kaidah dan aturan tertentu. Contoh karya sastra puisi yaitu puisi itu sendiri, pantun, dan syair, sedangkan contoh karya sastra prosa yaitu novel,
cerita/ cerpen, rama, dan teater, drama serta budaya tradisional itu sendiri yang erat
kaitannya dengan unsur estetik, religius, serta kesakralan yang tinggi. Dalam
arti yang pernah saya pelajari demikian, tetapi sastra itu luas dan jika di
atas saya mengatakan sastra itu adalah ungkapan dan pemikiran seseorang yang
menjadikannya ciri khas atau cerminan dari apa yang sedang ia alami itulah
sastra. Walaupun sastra dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra
lisan, tetapi sastra tidak
banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang
dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu.
Oleh karena itulah, sastra
mampu masuk ke dalam setiap kehidupan dalam hidup bermasyarakat dan kehidupan
masing-masing orang bahkan semua orang yang memiliki perasaan pasti memiliki jiwa-jiwa
sastra. Semuanya memang membutuhkan sebuah proses yang tidak sebentar, harus
adanya pembimbing agar masyarakat mengetahui sastra itu sendiri dan
mengembangkan sastra dalam diri sendiri. Hal itu disebabkan karena sastra
adalah cerminan diri pridadi atau diri sendiri yang apabila tidak terkontrol,
maka akan rusak dan sedikit demi sedikit akan hilang. Dapat dikatakan bahwa
sebenarnya sastra yang berkembang dalam masyarakat adalah budaya itu sendiri. Tetapi,
keberadaannya sangat kecil untuk dijumpai.
Budaya juga seperti itu,
budaya merupakan bagian dari karya sastra. Ada yang tergolong ke dalam karya
sastra lisan dan tulis. Tetapi, kebanyakan kebudayaan di seluruh daerah
Indonesia bahkan dunia, masuk ke dalam karya sastra lisan atau karya sastra
oral. Jelas tidak efektif bahwa kebudayaan suatu daerah berupa karya sastra
tulis. Di samping tidak menarik dan sedikit peminatnya, banyak karya sastra
tulis peninggalan zaman prasejarah yang menggunakan bahasa-bahasa kuno dan
sangat jarang sekali orang yang tahu maksud dan arti dalam karya sastra tulis
atau peninggalan tulis tersebut. Inilah satu kelemahan karya sastra tulis,
ketika dihadapkan pada satu benda yang merupakan contoh jenis karya sastra
tulis maka persoalan yang pertama kali muncul adalah, “bagaimana cara membacanya
dan bagaimana cara mengartikannya?” Sangat sulit ketika seseorang tidak bersama
orang yang handal dalam menterjemahkan tulisan-tulisan tersebut. Walaupun karya
sastra tulis ini memiliki kelebihan yang mungkin merupakan suatu proses berpikir
untuk para penikmat sastra tulis adalah imajinasinya. Imajinasi sangat
diperlukan untuk seseorang ketika membaca karya sastra berwujud tulisan ini.
Hasil yang didapatkan pun kurang lebih memiliki perbedaan inti dan maksud dari
tulisan tersebut. Berbeda apabila dengan karya sastra lisan atau karya sastra
oral. Kebudayaan akan lebih terlihat berseni dan memiliki nilai persuasif atau
mempengaruhi yang tinggi. Sebagai penikmat dan nantinya sebagai penerus para
pendahulu yang menjadikan kebudayaan tersebut ada untuk tetap melestarikannya
ini, seseorang akan dipandu untuk memahami secara langsung. Apa yang didengar,
apa yang dilihat, dan apa yang dibaca semuanya menjadi sangat mudah untuk
dipahami. Tanpa disadari bahasa adalah alat pemersatu, itulah salah satu fungsi
bahasa. Karya sastra lisan ini pasti menggunakan media bahasa untuk
menjadikannya mudah untu dipahami dan dimengerti serta dipelajari untuk tetap
dilestarikan dari generasi ke generasi.
Karena saya ini orang asli
Kabupaten Madiun, maka saya akan memberikan ulasan singkat mengenai budaya yang
ada di Kabupaten saya. Sangat menarik apabila kita membahas mengenai budaya dan
kesenian. Budaya dan kesenian dua hal yang berbeda tetapi sama, berbeda dalam
unsur kepercayaan untuk mengikuti suatu budaya yang memiliki satu arah yang
sama sebagai sebuah keseniaan daerah. Banyak sekali kebudayaan yang
disalahgunakan dan berakibat buruk bagi kebudayaan tersebut. Pada sebagian
daerah, kebudayaan biasanya digunakan sebagai maskot atau daya tarik
tersendiri, tidak jarang juga sebagian kebudayaan digunakan sebagai ritual
khusus keagamaan atau dalam hari-hari besar dan hari-hari penting yang
diwajibkan warga masyarakatnya melakukan ritual tersebut. Budaya dari Kabupaten
Madiun yang sangat riskan adalah upacara bersih desa, yang saat ini digunakan
sebagai ritual daerah yang mungkin beberapa daerah lain di Jawa Timur juga
menggunakan budaya ini. Berbeda dengan daerah lain dan mungkin ini adalah
sebuah gejala kerusakan budaya tradisional atau turun temurun yang diakibatkan
oleh adanya salah pengertian antara perangkat desa yang lama dengan yang baru,
atau para sesepuh desa yang memimpin jalannya upacara ini. Di Kabupaten Madiun,
upacara bersih desa ini diadakan dengan cara salamatan di punden (tempat
keramat) atau di bawah pohon bringin besar di desa saya. Tidak berhenti sampai
di situ, setelahnya biasanya panitia upacara bersih desa ini memberikan hiburan
gratis berupa Wayang Kulit, Reog, dan Gambyongan yang di situ pasti banyak
bapak-bapak dan para pemuda desa yang minum-minuman hingga mabuk dan tidak
jarang sampai terjadi baku hantam dengan sesama warga. Hal inilah yang
mencoreng citra budaya bersih desa ini, seharusnya budaya bersih desa ini bertujuan untuk mengucapkan rasa syukur masyarakat
kepada Allah Swt yang memberikan banyak rejeki, keselamatan, dan ketentraman
desa.
Budaya yang sedikit demi sedikit kembali
ditinggalkan adalah Karawitan dan Dongkrek. Dua keseniaan dan budaya
tradisional Madiun yang sedikit demi sedikit terlupakan dan hilang dari
permukaan. Budaya atau kesenian Karawitan ialah seni gamelan dan seni
suara yang bertangga nada
slendro dan pelog, dengan pengiring
musik berupa seperangkat alat musik yang bernama Gamelan. Gamelan Jawa adalah ensembel musik
yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang, gendang, dan gong. Musik yang
tercipta pada Gamelan Jawa berasal dari paduan bunyi gong, kenong dan alat
musik Jawa lainnya. Irama musik umumnya lembut dan mencerminkan keselarasan
hidup, sebagaimana prinsip hidup yang dianut pada umumnya oleh masyarakat Jawa. Gamelan Jawa terdiri atas instrumen Kendang, Bonang, Bonang Penerus, Demon,
Saron, Peking (Gamelan), Kenong dan Kethuk, Slenthem, Gender, Gong, Gambang, Rebab, Siter, Suling, dan Kempul
Sementara itu tari Dongkrek
merupakan salah satu kesenian tradisional yang ada di Kabupaten Madiun. Tari
Dongkrek telah menjadi simbol bagi masyarakat Desa Mejayan, terutama sebagai desa lahirnya kesenian dan budaya
Kabupaten Madiun dan Kota Madiun ini akan makna yang terkandung di
dalamnya yaitu sebagai media untuk mengusir pageblug atau wabah penyakit serta media tolak bala
dan sampai saat ini masih dipercaya akan kekuatannya. Tari Dongkrek mengandung banyak makna religius dan mistik yang terdapat dibalik
simbol-simbol yang digunakan dalam kesenian
tari Dongkrek. Dalam kesenian tari
Dongkrek, terdapat
pesan-pesan yang disampaikan melalui simbol-simbol. Dilihat dari topengnya ada
tiga macam, antara lain
topeng orang tua, topeng perempuan,
dan topeng raksasa. Ketiga topeng tersebut memiliki simbol yang menggambarkan
tentang kehidupan pada masa itu. Dilihat dari alat musiknya ada tujuh simbol
alat musik yang digunakan saat pertunjukkan arak-arakan, antara lain bedug, korek, kentongan,
kenong, kendang, gong beri dan gong pamungkas. Dilihat dari pakaiannya ada tiga
macam, antara lain pakaian
orang tua, pakaian perempuan,
dan pakaian raksasa yang ketiganya merupakaan sebagai simbol pelengkap dari kesenian tari Dongkrek. Dilihat dari makna
religiusnya, tari Dongkrek
tidak pernah lepas dari unsur mistik dan unsur gaib karena tari Dongkrek berkaitan erat dengan
kepercayaan animisme (kepercayaan kepada roh yang mendiami semua benda bisa pohon, batu, sungai, gunung, dan sebagainya) dan dinamisme (kepercayaan
bahwa segala sesuatu mempunyai tenaga atau kekuatan yang
dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia dalam mempertahankan hidup). Tari Dongkrek sebagai suatu karya seni
memang perlu dikomunikasikan kepada masyarakat agar masyarakat tahu apa yang
ada di balik kesenian Tari Dongkrek. Tari dongkrek saat ini sudah sedikit ditinggalkan dan sangat jarang
ditemukan orang-orang yang melestarikannya, akibat yang sangat fatal adalah
hilangnya atau musnahnya tarian ini dari daerah Madiun sebagai ciri khas
Kota/Kabupaten Madiun ini. Para pemuda atau siswa di sekolah-sekolah banyak
yang tidak mengenal adanya kebudayaan tradisional ini. Sekolah-sekolah kurang
adanya kepedulian mengenai seni budaya tradisional, dan tergeser oleh teater
modern dan lawak modern yang sering diajarkan di sekolah.
Budaya yang sekarang berkembang pesat
adalah budaya-budaya Barat yang sudah tidak lagi memiliki unsur-unsur sastra
yang tinggi. Mereka sedang mencoba untuk meracuni pikiran-pikiran para
anak-anak, para pemuda, dan remaja yang seharusnya sebagai pelestari Budaya
mereka. Sekali lagi budaya adalah jati diri sebuah daerah yang di dalamnya
terdapat makhluk-makhluk sosial. Tetapi, fakta yang ada sekarang berlawanan, budaya-budaya
yang berkembang saat ini menutup muka atau bertopeng dan memalingkan muka
terhadap unsur-unsur sastra, sehingga menjadikan budaya tersebut kehilangan
Jati dirinya.
Dua kebudayaan yang ada di Kota dan Kabupaten
Madiun ini sangat beresiko akan kepunahan. Perlu adanya seseorang yang memulai
untuk mengembalikan kembali kebudayaan Karawitan dan kesenian tari Dongkrek
ini. Semuanya dapat berlangsung dan dikembangkan melalui media apa pun.
Medianya itu bisa dari elektronik dan cetak. Media elektronik bisa melalui
Televisi lokal Madiun dan Radio-radio yang ada di Madiun, dan media cetak dapat
melalui koran-koran lokal dengan saya mengirim tulisan dalam rubrik Seni
Budaya. Itulah salah satu cara global saya yang saya lakukan ke depannya, yang
telah saya lakukan adalah saya pernah berpartisipasi dalam acara kesenian
daerah.
Apa yang bisa saya lakukan pasti akan saya
lakukan dan saya senang mengikuti kegiatan apa pun. Di SMA saya mengikuti
ekstrakulikuler karawitan, saya di situ bertindak sebagai vokalis dalam
perkumpulan seni tersebut. Dalam desa saya juga mengusahakan agar karawitan ini
masih dilestarikan dan tidak terkalahkan dengan adanya musik-musik dangdut yang
semakin merakyat ini. Dalam seni dongkrek saya memang belum menekuni, tetapi
saya pada waktu SMP pernah ikut latihan sebentar dan waktu pentas saya tidak
mengikuti karena saya menjadi juru bicara sekolah pada saat itu. Tetapi, saya
sebagai seorang calon pendidik atau biasa dipanggil dengan seorang calon guru, sehingga
saya berkesempatan dan berpeluang besar untuk ikut melestarikan budaya tari
Dongkrek di Madiun, dengan sedikit memberi saran kepada sekolah-sekolah untuk
mengadakan ekstrakulikuler tari Dongkrek ini. Itulah cita-cita saya untuk
melestarikan seni dan budaya Jawa Timur tradisional.
Senin, 21 Mei 2012
Cerita dalam Hujan
Pemberian
Hujan dari Tuhan
Oleh: Rizal Ariffin
“saat
mentari ini terbenam di temani dengan kicauan burung-burung kematian...Di
saat itulah angan dan asaku berhenti dalam sekejap... Merenungi
setiap kesalahan dalam hidupku di temani tangisan langit senja...”
Mentari boleh saja
terbit dari ufuk timur bumi ini dan itu sama di belahan bumi yang lain. Mentari
juga boleh terbenam dari ufuk barat itupun sama di belahan bumi yang lain.
Semua berjalan dan berlari, muncul dan terbenam, bangkit dan tertidur, serta
hidup dan mati sesuka hatinya tanpa manusia bisa mengatur. Akankah sama
kehidupan manusia dengan mereka semua yang seenaknya itu? Tentu Tidak. Di atas
langit masih ada langit, di atas bumi masih ada bumi, dan diatas yang baik
masih ada yang terbaik, bahkan di atas siswa ada mahasiswa. Namun, Ialah yang
disebut sebagai Tuhan Maha dari seluruh dzat yang ada baik di bumi dan di
langit.
“Hai
Tuhan!” sapaan biasa tapi selalu saja tidak pernah terjawab.
Burung-burung
hitam muncul dari tempat peraduan. Satu persatu mereka mewarnai langit-langit
merah senja yang sedikit demi sedikit mulai menghitam. Angin kencang berdebu
datang tapi tidak menggoyahkan sekawanan burung yang terbang di langit kala
itu. Pemandangan kala itu sungguh mengagumkan seakan-akan mereka bertambah
senang dan mereka membuat lingkaran besar.
“Cit...cit..cit..cit..cit...!!!”
suara-suara aneh yang sangat mengerikan.
Begitu
banyak memecah keheningan dalam kesunyian waktu. Selang beberapa menit dalam senja yang bising
dengan nyanyian penuh makna terdengar suara keras seperti hendak menelan
manusia. Diiringi dengan sambaran cahaya bak aliran listrik konslet di rumahku.
Seolah-olah terusik dan merasa kurang senang akan kehadiran burung-burung hitam
yang bernyanyi membuat gaduh. Lima menit sudah ia terus berteriak dan
marah-marah namu tak kunjung usai dan berhenti.
“Der...jeder...jeder...jeder...!!!”
ia terus marah pada burung-burung itu.
“Sudah
hentikan... kalian semua diamlah...!!!” teriakku sambil menutup cendela kamar
yang terbuka karena tiupan alam yang seakan-akan ikut marah.
Tidak
lama kemudian benar saja listrik di rumah padam bahkan tidak hanya di rumahku
saja seluruh desa kala itu padam semua. Langit senja yang indah berubah menjadi
langit gelap yang menakutkan. Semua seakan terjadi hanya karena gerombolan
burung hitam yang berpesta dan menari-nari di atas langit yang indah itu.
Inilah kemarahan alam yang sungguh menakjubkan. Namun, burung-burung itu masih
tetap kukuh untuk tetap bernyanyi dan menari di atas awan gelap.
“Sudah
semua berhenti...!!!” sekali lagi teriakku dalam kamar yang sepi tanpa
seorangpun dalam rumah.
Sepenggal
kata yang tidak menghentikan semua ini. Aku berlari keluar rumah, berlari, dan
terus berlari untuk menghindari suara-suara ini. Namun, teriakanku tidak mampu
menenangkan suara ricuh yang membuat hatiku menjadi semakin gundah. Aku
berhenti dan menangis serta berteriak sekuat yang aku bisa di tengah ladang
tandus nan sepi ini. Seperti mengiringi teriakanku angin berlari begitu cepat
dan kencang seakan-akan membawa pesanku untuk langit.
Aku
mulai terlelah dan aku jatuh menopang pada batang besar pohon yang roboh.
Meratapi semua yang terjadi dalam hidupku. Tanah kering kerontang yang seakan
merintih kepanasan. Burung-burung yang menjerit meminta pohon untuk berteduh.
Bahkan katak-katak yang bernyanyi seperti sedang mengadakan konser paduan suara
ini juga menambah ricuh suasana kala itu. Semua seakan menginginkan dan
mengharapkan belas kasihan dari Sang Maha Pencipta.
Seketika
itu aku pun menitihkan air mata, menerobos, dan menguak ingatan ku dalam memori
otakku akan kisahku waktu dulu ketika kami masih bersama. Bersama dalam suka
dan duka dalam kasih dan cinta. Satu keluarga utuh yang saling mengasihi dan
melindungi. Selalu bersama dan berbagi tidak pernah membedakan. Semuanya telah
hancur dengan seiringnya waktu yang yang penuh misteri.
Hilang
dalam angan yang selalu terpendam di hatiku terdalam. Tanpa bisa ku cari dan ku
buka kembali. Hanya dapat ku kenang dan ku jadikan pelajaran dalam hidup. Bahwa
kebahagian yang asesungguhnya adalah dimana kita mengetahui dan mampu
mengalahkan kesusahan dalam hidup. Semuanya memang harus terjadi, berlangsung,
dan harus di jalani. Tanpa itu semua hidup akan terasa sama saja tanpa ada
perubahan dan pengertian yang bauk dan benar.
“Tuhan
kenapa kau tarik semua kebahagianku, kesenanganku, dan keceriaanku? Apakah Kau
sudah tidak sayang lagi padaku? Kadang aku merasa kecil di mata orang lain,
namun aku yakin mereka semua tidak ada apa-apanya dengan diri-Mu Ya Rabb...!”
kataku sambil menitihkan air mata kembali.
“Tuhan
bolehkah aku bertemu dengan ibuku? Aku ingin berbagi kesedihan dalam keramaian
yang begitu sunyi ini! Apakah di sana ibuku baik-baik saja?”
“Tuhan
andai ku dapat mengulang waktuku, bolehkah aku meminta dia kembali? Menemani
hari-hariku agar tidak terasa begitu sepi?” kata-kata itu seperti kata-kata
terakhir ku yang bisa aku ucapkan di tanah kering bebatuan yang disaksikan alam
beserta isinya.
Seakan
alam mengerti keinginanku, mengerti perasaanku, mengerti keraguanku, mengerti
kesedihanku, dan mengerti segala isi hatiku ia ikut menangis. Menjatuhkan air
mata ke tanah kering yang menjadi basah oleh air mata langit. Kepada
katak-katak yang memberikannya minum. Kepada burung-burung yang kelak akan
mendapatkan tempat tinggal yang nyaman. Tangisan langit ini begitu membawa
berkah dan syukur tersendiri bagi mereka yang benar-benar membutuhkan pemberian
hujan ini.
Tuhan
memang adil, Engkau Maha adil dan Maha penyanyang. Setiap kali ada kesedihan,
Engkau juga berikan tangisan bahagia dalam tetesan hujan. Namun, tidak bagiku!
Aku merasa sama, aku merasa sedih, dan aku merasa sendiri. Apakah Tuhan tidak
adil kepadaku? Atau apakah memang karena aku sudah sangat begitu kejam kepada
mereka yang menyanyangi ku? Seketika itu caha putih seakan mendekat padaku.
Cahaya
putih yang begitu cepat datang padaku tanpa permisi. Begitu sakit ku rasa.
Panas, sesak, dan aku merasa sakit luar biasa. Badanku bagaikan disayat-sayat.
Kulitku terasa terangkat dan mengelupas. Mataku terpejam tidak mampu melihat
apapun. Badanku pun kaku menggelincang bagaikan cacing kepanasan. Sudah pasrah
akan apa yang terjadi dalam hidupku.dalam doa ku sebut nama ibuku.
“Anakku!,
kemarilah sayang ikutlah engkau dengan ibumu.”
“Kau
siapa? Ibuku sedang tidur dalam dekapan Sang Illahi!”
“Aku ibumu
nak, tidakkah kau merindukanku? Mengapa kini kau melupakanku? Mengapa kau tidak
mendoakanku dalam malam mu? Kemana jiwamu yang dulu nak?”
“Aku
selalu menjadi aku yang dulu, ku pikir ibu ku sudah tenang di sana!”
“baiklah
kalau kau tetap begitu jangan lagi kau memanggilku dengan sebutan ibu!”
“Kau ini
siapa memangnya?”
“Selamat
tinggal, berubahlah kau agar kau mengetahui siapa aku nak?”
“Hai...
tunggu siapa kamu?” seakan berlari mengejar wanita dengan gaun putih bersinar
dengan tergopoh-gopoh namun wanita itu tidak terkejar lagi.
Begitu
aku terbangun dari mimpi ku yang terasa singkat badan ku seakan tidak bisa di
gerakkan. Semua terasa gelap tidak bercahaya. “Apakah kini aku berada dalam
neraka?” dalam hati aku bertanya demikian.
“Tidak...!!!” jawab
seseorang yang tidak terlihat. “Kau kini berada di rumah sakit, saat hujan
turun kau tersambar petir dan kau sudah koma selama tiga bulan!”
“Apa... Ibuuu!!!”
teriakku dengan kencang.
Apakah ini jawaban
dari Tuhan atas segala doa ku yang dikirimkan lewat hujan kala itu?
dan mungkinkah ini adalah salah satu pemberian Tuhan pada ku akan kesempatan untuk bertaubat?****
dan mungkinkah ini adalah salah satu pemberian Tuhan pada ku akan kesempatan untuk bertaubat?****
SEKIAN
Langganan:
Postingan (Atom)