Senin, 09 Januari 2012

Kritik Sastra Dunia


SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KRITIK SASTRA BARAT

A.  SEJARAH PERTUMBUHAN KRITIK SASTRA
1.      KRITIK SASTRA DI YUNANI
Sejarah munculnya istilah ‘kritik sastra’ (dunia/Barat)) awal pertama kalinya dipelopori oleh tiga orang tokoh besar asal negeri Yunani. Ketiga tokoh besar tersebut antara lain adalah Plato, Aristoteles, dan Longinus.
a.      Kritik Sastra Plato (427—347 SM)
Plato adalah salah satu tokoh atau orang pertama yang memperkenalkan istilah kritik sastra di dalam kaitannya dengan ilmu sastra. Berbekal dari ilmu filsafat yang banyak ia pelajari dari gurunya Sokrates (465—399 SM), sekitar tahun 387 ia mendirikan sekolah tinggi yang terkenal di Atena. Sekolah tinggi itu diberi nama Akademi. Di sekolah tinggi itulah Plato mulai mengajar dan mengembangkan kritik sastra. Salah satu karya bukunya yang terkenal adalah buku yang berjudul “Republik”, buku yang membahas tentang pandangan pembaca (kritik) tentang karya sastra puisi. Di dalam kaitannya dengan istilah kritik sastra, pandangan atau konsep yang disuguhkan Plato adalah pandangan atau konsep tentang ilmu mimetik (tiruan) yang menghendaki agar karya sastra (puisi) dapat berisikan ajaran-ajaran moral (bermanfaat; dulce).

Konsep Mimetik (tiruan) Plato:
Seniman (sastrawan) tidak akan mampu meniru realita, karena realita yang ditiru oleh seniman (sastrawan) hanyalah realita berdasarkan persepsi seniman (kepentingan tentang kepercayaan, ideology, dan lain-lain). Akan tetapi, bukanlah realita dalam arti yang sebenarnya—[oleh karena itu karya seni adalah palsu, tidak bermanfaat, dan dapat menjerumuskan pembaca/penikmat seni].

Pandangan Plato—[Tentang Gaya Bahasa]—Kritik Sastra


(Sumber: Ikhtisar Kritik Sastra, 1970: 7)

Pandangan Plato bisa terlihat pada pernyataan Ignas Kliden, seorang budayawan dan sosiolog Indonesia dalam ulasannya di Film Dokumenter sastrawan Indonesia Umar Kayam. Ignas Kleden menyatakan bahwa di dalam penulisan karya sastra, kita (sebagai pembaca karya sastra) bisa melihat tiga hal di dalam karya sastra: Apakah pengarang yang bercerita? Apakah cerita yang bercerita? Atau apakah suasana yang bercerita? (lihat dokumenter Umar Kayam: Refleksi Kehidupan, 2004).







b.      Kritik Sastra Aristoteles (384—322 SM)
Tokoh pengembangan kritik sastra adalah Aristoteles yang juga berasal dari Yunani. Aristoteles adalah salah seorang murid yang membantah sekaligus mengembangkan konsep/pandangan gurunya sendiri, Plato.

Konsep Mimetik (tiruan) Aristoteles:
Seniman (sastrawan) memang tidak perlu meniru realita sebagaimana adanya—seniman (satrawan) meniru realita berdasarkan persepsi seniman sendiri, dan hebatnya karya seni (KS) yang diciptakan oleh seniman (satrawan) ditentukan oleh unsur (1) creatio (kreativitas dalam menciptakan fiksionalitas), dan (2) universalia (hal-hal yang universal/umum)—[yang member harapan baru—[memunyai efek bagi pembaca/penikmat seni].

Pandangan atau konsep tentang kritik sastra Aristoteles terangkum dalam buku karangannya yang berjudul “Ilmu Poetika”. Di dalam buku“Ilmu Poetika” itulah Aristoteles mengembangkan kajian teori mimetiknya menjadi beberapa pokok pembahasan, antara lain sebagai berikut.
1.      Teori Puisi
Ø  Dalam kaitannya dengan kritik, Aristoteles meninjau sebuah karya sastra (puisi) dari sudut hubungan puisi dengan manusia, misalnya tentang asal usul puisi. Pandangan konsep Aristoteles menyatakan bahwa sebuah karya sastra (puisi) terbentuk atau tercipta dari pembawaan lahir manusia (penulisnya sendiri). Dalam hal ini Aristoteles memunyai pemaknaan bahwa manusia senang meniru dan senang akan tiruan yang dilakukan oleh orang lain pula (pembawaan dari batin).
Ø  Aristoteles menyetujui pendapat Plato bahwa puisi tercipta berdasarkan tiruan (imitation). Akan tetapi, ia member arti yang baru terhadap istilah tiruan tersebut. Baginya, tiruan sudah bukan menjadi sebuah jiplakan lagi, melainkan tiruan adalah suatu penciptaan kreatif. Artinya, pengarang (sastrawan) meniru dengan mengambil ide dari fenomena kehidupan manusia dan menciptakannya menjadi sebuah sesuatu yang baru (karya).
Ø  Di dalam kaitannya dengan istilah kritik sastra, pandangan atau konsep yang disuguhkan Aristoteles adalah pandangan atau konsep tentang ilmu mimetik (tiruan) yang menghendaki agar karya sastra (puisi) yang tercipta (melalui penciptaan kreatif) memunyai fungsi utama, yakni member kesenangan untuk pembacanya (sesudah membaca kita menjadi merasa senang; utile).
2.      Teori Tragedi—[drama]—meniru dengan perbuatan (dipentaskan; mimetik)
3.      Teori Epos—meniru dengan penceritaan (narasi; mimetik)
4.      Teori Komedi—meniru dengan lelucon—[menjadi gila].

c.       Kritik Sastra Dionysius Cassius Longinus (210—273 M)
Ø  Kritik sastra terangkum dalam sebuah karya tulisnya (tesis) yang berjudul “Tentang Keagungan”. “Tentang Keagungan” memunyai pemaknaan bahwa karya sastra yang agung adalah karya sastra yang bisa memberikan perenungan, yang bisa menarik perhatian kita tanpa kemauan kita, yang meninggalkan suatu kesan yang tak terhapus dari sanubari kita sendiri. Artinya, sebuah karya sastra yang agung (bagus) adalah karya sastra yang bisa menyenangkan manusia sepanjang abad (abadi; kanon).
Ø  Dari konsep atau pandangan kecil itulah Longinus memaknai (menilai) sebuah karya sastra dari sudut pandang estetika (keindahan). Baginya, disamping karya sastra harus bermanfaat (dulce) dan memberi kesenangan (utile), penciptaan karya sastra harus bisa menimbulkan katarsis (perenungan, pembersihan, suci, dan bermanfaat).
Ø  Catatan: Longinus adalah kritikus yang mempelopori kritik STILISTIKA dan memperkenalkan ILMU ESTETIKA.

2.      Kritik Sastra di Romawi
Ada dua tokoh yang menjadi catatan sejarah dan perkembangan kritik sastra di Romawi, antara lain sebagai berikut.
a.       Quintus Horatius Placcus (65-8 SM)
Horatius adalah salah murid yang juga belajar di sekolah tinggi di Atena. Horatius tercatat sebagai seorang sastrawan yang banyak menghasilkan karya sastra yang berupa sajak-sajak remaja. Dari beberapa karyanya itulah Horatius menulis “Ilmu Poetika” (10-8).
“Ilmu Poetika” (De Arte Poetica”—[adalah surat-surat yang berbentuk puisi)

Sebuah Pernyataan Horatius:
Ø  Sumber dari karangan yang bagus adalah pemikiran yang betul. Pemikiran yang betul adalah kebijaksanaan. Artinya, pengarang harus tahu bagaimana seharusnya ia memilih tema serta gaya bahasa yang cocok (susuai)
Ø  (Puisi = lukisan                                 dipertaruhkan oleh jarak (waktu).
Artinya, kita bisa mengasumsikan lukisan yang kita lihat jelek dari titik atau jarak pandang yang dekat karena lukisan yang kita lihat sangat terlihat bagus dari jarak pandang jauh. Atau mungkin malah sebaliknya, kita bisa mengasumsikan lukisan itu tampak lebih bagus (indah) dari jarak yang dekat.
Ø  Horatius lebih menekankan pada kritik sastra yang mengacu pada penilaian aspek estetika stilistika terhadap karya sastra.

Pengaruh Horatius:
Pengaruh Horatius baru terlihat tampak pada perkembangan kritik sastra pada abad Renaissance. Bukti pengaruhnya adalah bahwa selera pembaca (kritikus) merupakan sebuah pertimbangan sastra yang dianggap paling penting (Mutiara-mutiara kata yang banyak diucapkan).

b.      Marcus Fabius Quintilanus (40-118 M)
Quintilanus dilahirkan di Calagurris Spanyol. Pendidikan hukum diperolehnya di Negara Roma. Sebuah karya tulisnya yang tercipta adalah “Pembinaan Ahli Pidato” (Institute Oratoria) yang ditulis dengan harapan agar bisa memberikan bimbingan bagi calon-calon ahli pidato (ber-retorika). “Pembinaan Ahli Pidato” adalah bukunya yang banyak berisi kebijaksanaan (retorik) yang diciptakannya sendiri.
Ø  Di dalam sejarah dan pertumbuhan kritik sastra Barat, ajaran Quintilanus lebih menekankan pada aspek penciptaan sendiri (framing) dan penciptaan yang kreatif (bukan sebuah wujud dari tiruan atau imitation).
Ø  Sejarah dan awal pertumbuhan kritik sastra Quintilanus dimulai dari sebuah telaah bahasa (stilistika) tentang penggunaan retorika bahasa.

B.  PERKEMBANGAN KRITIK SASTRA
1.      Kritik Sastra Abad Pertengahan (Abad 12—13)
Kritik sastra pada abad pertengahan pada dasarnya berkembang pada dua paruh waktu, antara lain
A.    PARUH PERTAMA
Ø  Perkembangan kritik sastra pada adab petengahan pada mulanya ditandai dengan adanya kekacauan politik yang disebabkan oleh runtuhnya kerajaan Romawi—yang pelahan-lahan akan pulih kembali.
Ø  Muncul dua paham/ajaran
a.       Ajaran Neo-Platonisme—‘chita’ (ide)
b.      Ajaran nasrani
Ø  Tokoh atau pelopor Neo-Platonisme adalah Plotinus (204-207 M)—[seorang filusuf dari Mesir].
Perkembangan kritik sastra ditandai dengan pengembangan ulang teori ‘chita’ (ide) yang sebelumnya diciptakan oleh Plato—[Tuhan dan ‘chita’ adalah dua hal yang terpisah].

Ø  Tokoh atau pelopor ajaran Nasrani ada dua, yaitu:
a.       St. Fransiskus (1182-1226)—simpati terhadap dan menyebut matahari “Saudara Surya”
b.      St. Aquinus (1227-1274)—tiruan adalah sebuah bentuk estetika Tuhan dan sebuah wujud dari retorika.

B.     PARUH KEDUA
Ø  Ditandai dengan munculnya pergolakan dalam politik, agama, dan budaya (Perancis; Abad 12)
Ø   Perkembangan kritik sastra ditandai dengan munculnya penemuan-penemuan naskah klasik Aristoteles (Akhir Abad 13)—penemuan menyebar di daerah Arab, Spanyol, Inggris, Itali.
*Efek: memelajari dan mengembangkan ilmu Aristoteles lagi.
Ø  Aristoteles menjadi sumber yang penting pada paruh abad pertengahan karena dari pengembangan teorinya maka muncullah kemudian istilah istilah ilmu baru, antara lain: Estetika, Metafisika, Ilmu Pengetahuan Alam, Astronomi, Ilmu Bahasa, dan lain-lain.
Ø  Ada dua tokoh yang memelopori perkembangan kritik sastra abad prtengan paruh kedua, yaitu
a.      Italia: Alighieri Dante (1265-1321)—[ajaran menyuruh menulis dengan menggunakan bahasa sendiri]
b.      Paris: Ricard de Bury (1287-1345)—[mendapat ilham konsepsi dari buku konsep atau pandangan bukunya Aristoteles—“kesenangan sebagai perbuatan”, bahwa pada dasarnya sastra memunyai fungsi dulce et utile.
Ø  Simpulan: Konsep cara pandang kritik sastra abad Pertengahan tidak terlepas dari konsep atau pandangan yang sudah ada pada abad permulaan.

2.      Kritik Sastra Renaissance (Pertengahan—Modern)—[di Italia, Perancis, & Inggris]
Ø  Kritik berkembang pada abad 16
Ø  Kritik sastra renaissance merupakan kritik yang cenderung menekankan pada penilaian sastra dengan ‘akal budi’ dan kecintaan akan keindahannya (karya sastra).
Ø  Idea pembaca (kritikus)—[abad pertengahan]—menyatakan pandangan terhadap karya sastra (puisi): puisi berhubungan erat dengan logika dan retorika yang harus bisa bermanfaat kepada pembacanya.
Ø  Idea pembaca (kritikus)—[Modern]—menguraikan karya sastra (puisi): struktur, isi (makna), pengaruh puisi terhadap pembaca melalui pandangan ‘estetika’. Dengan demikian, muncullah KRITIK SASTRA MODERN.
Ø  Simpulan: KRITIK SASTRA KLASIK menuju KRITIK SASTRA MODERN bahwasannya KRITIK SASTRA KLASIK memunyai peranan kritik sastra yang bersifat memberi PENERAPAN atau PENGHAKIMAN. Sedangkan, KRITIK SASTRA RENAISSANCE bersifat memberikan PENGAJARAN terhadap asas-asas tertentu (di dalam karya sastra).

3.      Kritik Sastra Abad 17 (Perancis dan Inggris)
a.      Perancis
Ø  Kritik tidak terlepas dari ilmu atau pemikiran Plato [tiruan/mimetik]
Ø  Aliran kritik sastra dimaknai dengan istilah “Neo-klassisma”, yaitu tiruan yang harus disertai dengan akal budi (reason) dan pikiran yang sehat (good sense)
Ø  Neo-klassisma menekankan pada aspek “kebebasan” gaya bahasa dalam “penciptaan karya sastra”
Ø  Tokoh terpenting Neo-klassisma adalah Boileau (1639-1711)
Ø  Lihat hlm. 64—[hakikat kritik sastra Boileau]: “bahwa studi tentang manusia haruslah berpusat pada manusia sendiri—manusia pada umumnya, dan bukan perorangan
Ø  Kritik sastra Boileau menekankan pada aspek realistic studi—[semakin kita mendekat (memasuki isi pikiran KS) maka akan semakin benar, semakin tepat, semakin wajar, dan semakin tampak keindahannya (hasilnya; kritikus).
Ø  Kritik Sastra menekankan pada Exspressive Criticism—stilistika pengarang&stilistika pembaca.

b.      Inggris
Ø  Kritik sastra Inggris pada abad 17 menunjukkan aliran yang beraneka ragam.
Catatan: Cara pandang pembaca KS (kritikus)—[adalah “kebebasan”], tidak mengacu pada aturan atau kaidah dan teori.
Dua tokoh sentral: (1) Sir Francis Bacon (1561-1679), dan (2) Thomas Hobbes (1588-1679).
Ø  Kritik sastra Inggris—[Aplied Criticims]

4.      Kritik Sastra Pra-Romantisme (Abad 18)
a.      Perancis
Ø  Munculnya kritik sastra abad 18 karena efek dari abad 17, yakni permasalahan “puisi yang tidak ada kemajuan”, karena ditekan oleh rasionalisme.
Ø  Baru, memasuki abad 19 semangat puisi menjadi hidup kembali—[memunculkan suatu pergerakan yang maha dahsyat dalam Revolusi Perancis dan Pergerakan Romantisme dunia sastra.
Ø  Tokoh yang berperan dalam perkembangan kritik sastra Pra-Renaissance adalah:
1.      Voltaire (1694-1778)
-          Peran Kritik: Memperkenalkan nama Shakespeare kepada orang-orang Perancis (melalui kajian karya sastra dramanya).
-          Lihat hlm. 71. …“selera sastra, menurutnya adalah persoalan perseorangan. Kita tidak boleh memaksakan selera kita atas orang lain.

2.      Denis Dider (1713-1784)
Peran Kritik: Gagasan melalui teori dramanya yang diciptakannya.
Lihat hlm. 72. …panggung harus sedapat mungkin mendekati “kenyataannya”, percakapan-percakapan panjang harus dibuang-buang jauh, latar belakang panggung harus juga mendekati realita kehidupan, pelakon sebaiknya memakai nada yang wajar dalam deklamasi,…dst.
Ø  Kritik Sastra Perancis—[Impressionistic Criticism]

b.      Inggris
Ø  Abad 18 disebut-sebut sebagai kritik zaman ‘akal budi’
Ø  Kritikus pada abad 18 digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu:
1.      Golongan penganut akal budi
2.      Golongan selera
3.      Golongan Pemberontak-pemberontak yang melawan kekuasaan akal budi
Ø  Ada tiga tokoh yang berperan dalam perkembangan kritik sastra pra-renaissance, antara lain
1.      Samuel Johnson (1709-1784)
-          Percaya pada imajinasi ‘puitis’ akan tetapi harus dikontrol dengan akal budi (pengaruh?)
-          Lihat pernyataan hlm. 73-76. Johnson adalah orang yang terkaya dalam pengalaman kehidupan dan akal insaniah pada waktu itu. Ia pernah mengalami masa kemelaratan yang pahit dan mengerti benar kehidupan rakyat jelata—[pengaruh akal budi]—memunculkan teori neo-klasik: sastrawan haruslah pertama-tama berusaha membesar-besarkan tabiat dan adat istiadat…dst.

2.      Sir Joshua Reynolds (1723-92)
-          Kritik didasarkan pada imajinasi
Imajinasi sebaiknya disesuaikan dengan dibatasi oleh pemikiran dan pengetahuan yang dalam dari perasaan.

3.      Edward Young (1683-1765)
-          Pandangan tentang kritik ditendensikan pada penilaian karya sastra. Kemajuan sastra bisa dicapai jika kita dapat membebaskan diri dari cengkeraman sastra dan aturan-aturan mengembalikan ke-aku-an dan keaslian diri kita sendiri.

5.      Kritik Sastra Romantisme (Abad 18 Akhir—Awal Abad 19)
a.       Inggris
Tokoh-tokohnya:
1.      William Wordsworth (1770-1850)—[menekankankan realism sosialis]
2.      Samuel Tylor Coleridge (1772-1834)
3.      Percy Bysshe Shelley (1792-1822)—[menekankan liberalis]
b.      Perancis
Tokoh-tokohnya:
1.      Madame De Stael (1766-1817)
2.      Francois Rane De Chateaubriand (1768-1848)
3.      Victor Hugo (1802-1885)
c.       Jerman
Tokoh-tokohnya:
1.      Johann Gottfried Herder (1744-1803)
2.      Johann Wofgang von Goethe (1749-1832)
3.      Johann Cristhop Friedirh von Schiller (1759-1805)
4.      August Wilhelm Von Schlegel (1767-1845)
5.      Friedrich Von Schlegel (1772-1829)
6.      Friedrich Wilhelm Joseph von Schelling (1775-1854)
7.      Dll.
6.      Kritik Sastra Pasca-Romantisme (Pertengahan dan Akhir Abad 19)
a.       Perancis
Tokoh-tohonya:
1.      Charles Augustin Sainte-Beuve (1804-1869)
2.      Ernest Renan (1823-92)
3.      Hippolyte Taine (1828-1893)
4.      Ferdinand Brunetiere (1849-1970)
b.      Inggris
1.Matthew Arnold (1822-1888)
2. Walter Horatio Pater (1839-1894)
3. A.C Bradley (1851-1935)

7.      Kritik Sastra Dewasa Ini
a.       T.S Elliot—paham ‘isme’, memunculkan bebrapa kritik sastra baru, antara lain
-          Realisme
-          Naturalisme
-          Simbolisme
-          Surrealisme
-          Existensialisme
-          Espressionisme
-          Imagisme
b.      Kritik Sastra Ilmiah
c.       Kritik Sastra Psikologis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komen mu adalah penilaian untuk ku...