Selasa, 10 Januari 2012

Tugas Resume Pengantar Sastra

JALAN BANDUNGAN
Nh. DINI


Jalan Bandungan adalah sebuah jalan di kota Semarang di mana terletak sebuah rumah yang menjadi saksi bisu cinta kasih yang murni seorang sahabat, cinta kasih dan keraguan suami, serta kebusukan hati mantan suami. Di dalam rumah di jalan Bandungan ini hidup tokoh utama wanita, Muryati, pembaca akan merasakan kemarahan Nh. Dini, sang penulis, yang ditampilkan melalui tokoh-tokoh wanitanya terhadap laki-laki, baik individu maupun tradisi yang berorientasi pada kepentingan laki-laki. Kemarahan terhadap individu ditampilkan lewat tokoh utama wanita, yaitu: Muryati dan ditujukan kepada Widodo, tokoh utama laki-laki, yang selalu merendahkan dan menindas dirinya. Lewat tokoh utama wanita dan tokoh-tokoh wanitalainnya, Nh. Dini menunjukkan kemarahannya terhadap tradisi yang merugikan kaum wanita dimana wanita diposisikan sebagai objek.Kemarahan Muryati muncul karena sebagai istri, dia diperlakukan Widodo dengan semena-mena. Pernikahan yang seharusnya menjadi tempat suami istri mencurahkan dan menikmati cinta, dalam novel ini justru menjadi sumber penderitaan bagi sang istri. Sebagai suami, Widodo, memperlakukan Muryati hanya sebagai objek. Akibatnya, Muryati kehilangan kepribadiannya sendiri. Keinginan suaminya menjadi keinginannya. Hal itu terjadi karena Muryati tidak leluasa mengatur hidupnya sendiri. Widodo selalu mengatur dan memaksakan kehendaknya. Sebagai suami, Widodo selalu ingin dilayani dan dituruti semua kehendaknya termasuk di dalam berhubungan intim.Dalam hal keuangan Widodo begitu pelit sehingga Muryati harus membanting tulang dan menerima bantuan dari ibunya yang sudah menjanda untuk memenuhikebutuhan rumah tangganya. Usaha Muryati untuk mengkomunikasikan kebutuhan rumahtangganya tersebut selalu kandas karena Widodo tidak pernah meresponsnya. Komunikasiyang coba dibangun Muryati selalu dirobohkan dengan palu emosi.  Kebutuhan mendesak yang ada di depan mata tidak membuat nalar Widodo bekerja.  Sebagai contoh, dalam keadaan hamil tua, Mutyati harus mengangkat ember air. Widodo tidak berusaha untukmembantu ataupun mencari pembantu yang dapat melakukan pekerjaan tersebut. Contohyang lain, uang gaji Widodo yang diberikan kepada Muryati guna memenuhi kebutuhanrumah tangga tidak bertambah jumlahnya selama lima tahun meskipun kebutuhan semakinbertambah dan harga-harga semakin naik. Widodo tidak berusaha untuk mencari tambahanpenghasilan. Dapat dikatakan, tidak ada komunikasi yang baik diantara mereka berdua.Setiap kali masalah keuangan datang, Muryati harus menghadapinya sendiri dan mencarisolusi untuk dapat menyelesaikannya. Dia harus membanting tulang untuk mencaritambahan uang guna memenuhi kebutuhan rumah tangganya.Kemesraan, perlindungan, pengertian dan perhatian seakan haram diberikanWidodo kepada Muryati. Perlakuan tersebut tentu saja menibulkan kemarahan pada diri
Muryati dan akhirnya kemarahan tersebut menjelma menjadi dendam; dendam yang bercampur dengan keputusasaan karena dia tidak mampu mengubah keadaan. Apa yang dilakukannya hanyalah memenuhi kewajibannya sebagai istri, tidak lebih dari itu. KarenaMuryati tidak mempunyai keberanian untuk menentang, maka dendam tersebut hanyadapat disimpan di hati saja. Muryati adalah seorang dari ribuan wanita yang tidak pernah tahu ke mana pasangan hidupnya pergi sesudah waktu kantor selesai. Kalau suami berkata "akan rapat," atau "menengok rekan yang sakit," atau "ke Pak RT merundingkan soal warga kampung," istri tentu percaya saja. Lelaki begitu leluasa meninggalkan rumah jika kesal mendengar rengekan anak, kalau pusing memikirkan serba tanggung jawab keuangan rumahtangga, bahkan pergi ke tempat tertentu bertemu dengan orang-orang tertentu guna membicarakan hal yang berlawanan dengan politik Pemerintah. Sedangkan para istri 24 jam terikat di rumah bersama kerepotan kehidupannya yang itu-itu melulu.Bukit dendam terus meninggi ketika rahasia keterlibatan Widodo dengan PKI terbongkar karena di mata Muryati, Widodo telah berkhianat terhadap keluarga karena telah mempunyai kegiatan yang disembunyikan, yang merampasnya dari istri dan anak-anakknya. Widodo telah mengorbankan keluarga demi kepentinganpartainya. Widodo telah mengabaikan kesejahteraan dan keselamatan istri serta anak-anaknya demi kepentingan partainya. Muryati menganggap bahwa pengabdiannya selamaini ternyata sia-sia belaka. Karena kekecewaan yang begitu dalam dan dendam yang tidak dapat dihapuskan, Muryati akhirnya memutuskan untuk mengambil sikap menentang Widodo. Lalu pada suatu hari, Muryati diberitahu bahwa suaminya terlibat. Mulai saat itu, perkataan "terlibat" akan menyertainya dalam seluruh kelanjutan hidupnya yang tiba-tiba menjadi jungkir balik. Bagaikan dijangkiti penyakit menular, tetangga dan lingkungannya mengucilkan dia. Bahkan saudara kandung dan kerabat dekatnya sekalipun. Dalam usahanya untuk meraih kembali pekerjaan yang telah dia tinggalkan lebih dari sepuluh tahun, di mana-mana pintu tertutup. Muka masam, kalimat sindiran atau mentah-mentah tolakan: khawatir dicurigai, takut terlibat!

Namun dalam kegelapan masa depan itu, lengan ibunya terbuka lebar merengkuhnya: Muryati kembali ke rumah orangtua bersama anak-anaknya. Dan ketegaran Ibu, si pedagang kecil inilah yang mengilhami kegigihan perjuangan Muryati untuk berjuang, mencari selinapan peluang di sana-sini, demi harga diri sebagai perempuan dan kemampuan orangtua tunggal yang membesarkan anak. Beruntun akan dia alami berbagai "bumbu" kehidupan. Malahan dia terpilih di antara sedikit orang yang di masa itu berkesempatan belajar ke luar negeri. Bahkan kebahagiaan yang sangat mewah: pengalaman mencintai dan dicintai laki-laki yang dia kira akan merupakan puncak jalan kehidupannya .... 
Sementara itu, penahanan dan pembuangan Widodo ke pulau Buru semakin melengkapi penderitaan Muryati dan anak-anaknya. Uang dari Widodo untuk keperluansehari-hari, meskipun tidak mencukupi, berhenti datang. Sementara itu, cemooh dariberbagai pelosok datang bertubi-tubi. Meskipun dalam kondisi seperti itu, Muryati tidakberniat mengajukan perceraian, seperti yang dilakukan istri-istri tahanan yang lainnyakarena dia yakin bahwa perceraian tidak akan membuat keadaan menjadi lebih baik.Perceraian dapat menggoncangkan jiwa anak-anaknya. Prinsipnya, cukup dia saja yangmenderita.Dalam novel ini digambarkan bahwa segala cobaan dan kesulitan hidup dapatMuryati lalui dengan baik karena kedekatannya dengan Tuhan, Dia percaya bahwa
Tuhan menyuruh manusia memilih, kemudian mengolah nasibnya sendiri. Jika dia sekarangmenderita itu disebabkan kesalahannya dalam menentukan pilihan, bukan kesalahanTuhan. Dia yakin bahwa meskipun dia telah melakukan kesalahan dalam memilih, Tuhantidak akan meninggalkannya sendirian menanggung penderitaan, Dia akan memberipenghiburan dalam kesusahan.Sebagai buktinya, dalam kesendiriannya tanpa suami ternyata Muryati tidakkesepian. Orang tua, saudara dan sahabat-sahabatnya baik laki-laki maupun wanita tidakpernah meninggalkannya. Mereka bahu-membahu menolongnya setiap kali diamembutuhkan bantuan. Dukungan yang tanpa pamrih tersebut membuat kepercayaan diriMuryati tumbuh semakin kuat sehingga dia semakin cepat dapat bangkit dariketerpurukannya untuk memulai hidup yang baru. Hidup mandiri untuk menciptakan kebahagiaan buat anak-anak dan dirinya sendiri. Dia selalu berjuang untuk meningkatkan potensi dirinya. Salah satu bukti kerja kerasnya adalah diterimanya bea siswa untuk menempuh pendidikan di negara Belanda. Usaha Muryati untuk meningkatkan kemampuandirinya tidak berhenti sampai di situ. Dia pun meneruskan pendidikannya di PerguruanTinggi.Akhirnya dengan berbagai pertimbangan, Muryati memutuskan untuk mengajukanperceraian. Dia sadar bahwa perceraian merupakan jalan terbaik untuk benar-benar lepasdari bayang-bayang Widodo. Tekadnya untuk menguasai dan mengatur sepenuhnya kehidupannya sendiri tak terbendungkan lagi. Pertimbangan lainnya adalah  status sebagai istri tahanan pulau Buru menghalangi langkahnya untuk maju.Seiring dengan berjalannya waktu, Muryati dapat membuka hatinya kembali untukseorang pria, Handoko, yang tak lain dan tak bukan adalah adik kandung Widodo sendiri.Meskipun mereka bersaudara, kepribadian mereka sangat berbeda. Handoko yang berusiajauh lebih muda, tahu betul bagaimana membuat Muryati bahagia. Komunikasi di antaramereka berdua terjalin dengan sangat baik. Apa yang tidak diperoleh Muryati dari Widodo,seperti kemesraan, perlindungan, pengertian, perhatian,  dan kepuasan seks, dapatdiperolehnya dari Handoko. Mereka hidup berbahagia sebagai suami istri selama lebihkurang lima tahun.Perkawinan tersebut akhirnya mendapat ujian. Widodo yang kembali inginmemanfaatkan Muryati berusaha mengintimidasi Handoko dan, seperti masa muda dahulu,dia berhasil. Handoko meragukan kesetiaan Muryati. Perkawinan mereka pun berada diujung tanduk. Mereka sepakat berpisah namun tidak bercerai.  Kembali Muryati harus menyiapkan mentalnya untuk menghadapi tantangan dalam hidupnya sendiri dan sendirilagi. Tantangan hidup Muryati memang semakin bertambah tetapi, tidak diragukan lagi,kekuatan pun semakin meningkat. Selain kedekatannya dengan Tuhan, kekuatannya pun meningkat akibat pemahamannya yang semakin dalam akan Toto Urip, Toto Kromo and Toto Laku, nilai-nilai hidup yang selalu menjiwai tindakannya.
Handoko dan Muryati pun menjadi seorang sahabat. Hubungan meraka berdua sudah sampai taraf yang berbeda.Muryatipun sudah jelas mengetahui dimana suaminya berada dan untuk apa dia pergi. Murayati melepasnya tidak dengan kesedihan, tetapi juga tidak dengan kelegaan. Semua dihadapi Muryati dengan besar hati dan sabar.












Rizal Ariffin
115110700111016
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia '11
Universitas Brawijaya Malang





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komen mu adalah penilaian untuk ku...