Senin, 21 Mei 2012

Cerita Mengenai Pulpen


Saksi Bisu Pengobat Rindu
Oleh: Rizal Ariffin

Tidak jangan...!!!
Jangan kau musnahkan aku dengan kau mencampakkan ku sendiri tanpa ada guna. Dikala senang aku selalu menemanimu dan dikala susah aku jadi pelampiasanmu. Aku memang tidak memiliki mata untuk selalu memandangmu, aku memang tidak memiliki tangan untuk selalu menepuk pundakmu disaat kau sedih, bahkan aku tidak memiliki mulut untuk bicara dan selalu menghiburmu di saat kau kesepian. Aku hanya punya jarum tajam berwarna perak yang berfungsi sebagai alat sekresi dalam tubuhku. Tenanglah sobat, cairan hitam dalam tubuhku ini tidak berbahaya. Bahkan sebaliknya, ia sangat berguna untuk menghilangkan kesedihanmu, menjadi saksi bisu dalam setiap langkah hidupmu sehari-hari. Mediaku berbicara adalah cairan yang mampu kau kendalikan dan kau gunaan sesuka hatimuu, yang mampu mengukir sejuta coretan masa lalu yang akan menjadi kenangan serta guru terbesar di masa depan. Perkenalkanlah aku Faster.
Bagaikan manusia aku juga memiliki akhir atau kematian.dimana aku nantinya akan kau campakan. Aku memnag tidak punya hati, tapi sesungguhnya aku memiliki perasaan. Sama sepertimu yang sekarang sedang bersedih dan galau. Pernah dahulu ketika kau campakkan aku dan kau buang aku disaat kau sedang marah, dan untungnya aku ditemukan oleh kekasihmu. Dari situlah aku mulai membandingkan bagaimna sifat dan perilakumu dengan kekasihmu. Banyak sekali cerita yang ingin ku bagi, semua berawal ketika aku dipungut dan disandingkan dengan seorang gadis cantik memakai gaun merah marun.
“Hai gadis, kau bak bidadari yang turun dari langit dan kehilangan sepasang sayapmu”, kataku mengngaguminya.
“Biasa saja, sebenarnya aku sama sepertimu hanya saja aku dirawat dengan baik oleh pemilikku”, ujarnya dengan tersipu malu membalas pernyataanku.
“Memangnya kenapa pemilikmu? Ia sesungguhnya adalah kekasih dari pemilikku yang kejam.”
“Kejam katamu? Pantas saja kalau begitu!”
“Iya kejam, ia sangat egois yang selalu tidak mau peduli akan orang lain bahkan dengan kekasihnya sendiri! Memangnya ada apa?”
“Iya pantas, pemilikku setiap saat dan detik selalu menangis padaku seolah-olah berbicara denganku, aku tahu betul bagaimna perasaannya hingga aku akhirnya menangis dengan menumpahkan banyak air mata hitam pada curhatannya”.
“Lantas, apa yang ia lakukan padamu?”
“Memang benar ia sangat tulus dan baik, aku dirawatnya dan ia malah yang mengusap air mataku dan menggantikan bajuku dengan baju baru yang ku pakai sekarang.”
“Owhh... pantas kau terlihat bak bidadari, ternyata pemilikmu sangatlah mulia, ia masih sempat memahami perasaan benda lain selain perasaannya sendiri.”
Dari percakapanku dengan kenko, wanita kurus bergaun merah muda milik kekasih yang memilikiku, aku sangat tahu bahwa yang sebenarnya salah adalah pemilikku. Keegoisannya yang membuat semua menjadi terbalik, yang mimpi indah jadi mimpi buruk dan hal menyenangkan jadi membosankan. Setitik nila jatuh dalam air jernih, maka ia akan merusak susu sebelanga, itulah kalimat yang kutulis dalam memo diatas meja si pemilik kenko. Merekalah yang bisa menyelesaikan masalah masing-masing dan kedewasaan memang diperlukan disini.
Selang beberapa menit datanglah pemilik kenko yang tercengang melihat tulisan dalam kertas memo diatas mejanya, “Siapa yang menuliskan nasihat ini kepadaku?” ujarnya dengan nada lirih karena diimbangi dengan derai butiran air bening yang jatuh menetes tak terbendung. Memang benar kalimat ini untukku, hanya karena keegoisan semua cerita indah masa lalu kini hancur tak berbekas.
Aku dan kenko menjadi ikut sedih, hingga akhirnya malam pun tiba dan inilah kesempatanku untuk mengungapkan sebuah kebenaran. Kutuliskan sebuah kalimat dalam kertas emo sekali lagi tanpa diketahui olehnya.
“Dengan hati seseorang dapat merasakan cinta dan dengan cinta seharusnya ada kebahagiaan, jika semua telah ternodai oleh keegoisan maka hancurlah cinta yang kau rajut indah selama ini.”
“Hai Faster, apa yang kau lakukan?”
Suara keras itu mengngagetkanku. “lho kamu terbangun ya, aku tidak berbuat apa-apa, aku hanya ingin berbuat sesuatu!”
“Berbuat untuk apa?”
“Berbuat untuk mengobati rindu wanita pemilikmu yang sebenarnya tidak salah, mereka hanya kurang mau terbuka satu sama lain.”
“Memang benar, baiklah mari ku bantu!”
Dengan Kenko ku mulai lagi menulis memo untuknya, dengan harapan mereka berdua bisa akur lagi dan kembali merajut indahnya cinta bersama serta saling menutupi kekurangan satu sama lain. “Walaupun kami benda mati yang tidak bisa berbicara dan berteriak, kami bisa menulis dan dengan tulisan ini kami harap kalian berdua bisa bersatu walau kami telah tiada nanti karena kehabisan darah hitam kami.” Itulah kata-kata ku terakhir sebelum aku dan kenko habis dan mati.****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komen mu adalah penilaian untuk ku...