Saksi Bisu Pengobat
Rindu
Oleh: Rizal Ariffin
Tidak jangan...!!!
Jangan kau
musnahkan aku dengan kau mencampakkan ku sendiri tanpa ada guna. Dikala senang
aku selalu menemanimu dan dikala susah aku jadi pelampiasanmu. Aku memang tidak
memiliki mata untuk selalu memandangmu, aku memang tidak memiliki tangan untuk
selalu menepuk pundakmu disaat kau sedih, bahkan aku tidak memiliki mulut untuk
bicara dan selalu menghiburmu di saat kau kesepian. Aku hanya punya jarum tajam
berwarna perak yang berfungsi sebagai alat sekresi dalam tubuhku. Tenanglah
sobat, cairan hitam dalam tubuhku ini tidak berbahaya. Bahkan sebaliknya, ia
sangat berguna untuk menghilangkan kesedihanmu, menjadi saksi bisu dalam setiap
langkah hidupmu sehari-hari. Mediaku berbicara adalah cairan yang mampu kau
kendalikan dan kau gunaan sesuka hatimuu, yang mampu mengukir sejuta coretan
masa lalu yang akan menjadi kenangan serta guru terbesar di masa depan.
Perkenalkanlah aku Faster.
Bagaikan manusia
aku juga memiliki akhir atau kematian.dimana aku nantinya akan kau campakan.
Aku memnag tidak punya hati, tapi sesungguhnya aku memiliki perasaan. Sama
sepertimu yang sekarang sedang bersedih dan galau. Pernah dahulu ketika kau
campakkan aku dan kau buang aku disaat kau sedang marah, dan untungnya aku
ditemukan oleh kekasihmu. Dari situlah aku mulai membandingkan bagaimna sifat
dan perilakumu dengan kekasihmu. Banyak sekali cerita yang ingin ku bagi, semua
berawal ketika aku dipungut dan disandingkan dengan seorang gadis cantik
memakai gaun merah marun.
“Hai gadis, kau bak
bidadari yang turun dari langit dan kehilangan sepasang sayapmu”, kataku
mengngaguminya.
“Biasa saja,
sebenarnya aku sama sepertimu hanya saja aku dirawat dengan baik oleh
pemilikku”, ujarnya dengan tersipu malu membalas pernyataanku.
“Memangnya kenapa
pemilikmu? Ia sesungguhnya adalah kekasih dari pemilikku yang kejam.”
“Kejam katamu?
Pantas saja kalau begitu!”
“Iya kejam, ia
sangat egois yang selalu tidak mau peduli akan orang lain bahkan dengan
kekasihnya sendiri! Memangnya ada apa?”
“Iya pantas,
pemilikku setiap saat dan detik selalu menangis padaku seolah-olah berbicara
denganku, aku tahu betul bagaimna perasaannya hingga aku akhirnya menangis
dengan menumpahkan banyak air mata hitam pada curhatannya”.
“Lantas, apa yang
ia lakukan padamu?”
“Memang benar ia
sangat tulus dan baik, aku dirawatnya dan ia malah yang mengusap air mataku dan
menggantikan bajuku dengan baju baru yang ku pakai sekarang.”
“Owhh... pantas kau
terlihat bak bidadari, ternyata pemilikmu sangatlah mulia, ia masih sempat
memahami perasaan benda lain selain perasaannya sendiri.”
Dari percakapanku
dengan kenko, wanita kurus bergaun merah muda milik kekasih yang memilikiku,
aku sangat tahu bahwa yang sebenarnya salah adalah pemilikku. Keegoisannya yang
membuat semua menjadi terbalik, yang mimpi indah jadi mimpi buruk dan hal
menyenangkan jadi membosankan. Setitik nila jatuh dalam air jernih, maka ia
akan merusak susu sebelanga, itulah kalimat yang kutulis dalam memo diatas meja
si pemilik kenko. Merekalah yang bisa menyelesaikan masalah masing-masing dan
kedewasaan memang diperlukan disini.
Selang beberapa
menit datanglah pemilik kenko yang tercengang melihat tulisan dalam kertas memo
diatas mejanya, “Siapa yang menuliskan nasihat ini kepadaku?” ujarnya dengan
nada lirih karena diimbangi dengan derai butiran air bening yang jatuh menetes
tak terbendung. Memang benar kalimat ini untukku, hanya karena keegoisan semua
cerita indah masa lalu kini hancur tak berbekas.
Aku dan kenko
menjadi ikut sedih, hingga akhirnya malam pun tiba dan inilah kesempatanku
untuk mengungapkan sebuah kebenaran. Kutuliskan sebuah kalimat dalam kertas emo
sekali lagi tanpa diketahui olehnya.
“Dengan hati
seseorang dapat merasakan cinta dan dengan cinta seharusnya ada kebahagiaan,
jika semua telah ternodai oleh keegoisan maka hancurlah cinta yang kau rajut indah
selama ini.”
“Hai Faster, apa
yang kau lakukan?”
Suara keras itu
mengngagetkanku. “lho kamu terbangun ya, aku tidak berbuat apa-apa, aku hanya
ingin berbuat sesuatu!”
“Berbuat untuk
apa?”
“Berbuat untuk
mengobati rindu wanita pemilikmu yang sebenarnya tidak salah, mereka hanya
kurang mau terbuka satu sama lain.”
“Memang benar,
baiklah mari ku bantu!”
Dengan Kenko ku
mulai lagi menulis memo untuknya, dengan harapan mereka berdua bisa akur lagi
dan kembali merajut indahnya cinta bersama serta saling menutupi kekurangan
satu sama lain. “Walaupun kami benda mati yang tidak bisa berbicara dan
berteriak, kami bisa menulis dan dengan tulisan ini kami harap kalian berdua
bisa bersatu walau kami telah tiada nanti karena kehabisan darah hitam kami.”
Itulah kata-kata ku terakhir sebelum aku dan kenko habis dan mati.****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komen mu adalah penilaian untuk ku...